Khalifah al-Makmun adalah Khalifah ke-7 dari Khilafah Abbasiyyah. Dia memerintah pada tahun 198-228 H. Al-Makmun adalah sosok Khalifah yang luar biasa. Berikut komentar Yahya bin Aktsam kepada al-Makmun, “Di bidang kedokteran, Anda adalah Galen-nya. Di bidang astronomi, Anda adalah Hermes-nya. Di bidang fikih, Anda adalah Ali bin Abi Thalib-nya. Jika disebut tentang kedermawan, Anda adalah Hatim bin Thai'-nya. Tentang kejujuran, Anda adalah Abu Dzar-nya..” Muhammad bin Hafsh al-Anmathi menuturkan pengalamannya dalam jamuan makan di Hari Raya bersama al-Makmun. Dari 300 jenis makanan yang dihidangkan, dia bisa menyebutkan satu per satu khasiatnya (as-Suyûthî, Târîkh al-Khulafâ', h. 253).
Al-Makmun adalah anak seorang wanita Ummu al-walad (sebutan budak wanita yang dikawini oleh tuannya) dengan Harun ar-Rasyid, yang bernama Marajil. Dia mendengar hadits dari ayahnya. Penguasaannya di bidang fikih, sastra, bahasa Arab dan filsafat juga luar biasa. Dia adalah sosok Khalifah yang teguh pendirian, berilmu, cerdas, berwibawa, pemberani, toleran dan dermawan. Kecintaannya kepada ulama mendorongnya untuk menghargai karya mereka dengan imbalan emas. Tiap kitab yang mereka karang ditimbang dengan emas.
Dengan kecerdasan dan kapasitas keilmuan yang luar biasa, serta kedudukannya sebagai Khalifah, tidak jarang banyak perkara diputuskannya sendiri. Suatu ketika ada seorang wanita datang mengadu, “Wahai Amirul Mukminin, saudaraku laki-laki meninggal dunia. Dia meninggalkan 600 Dinar. Mereka memberiku 1 Dinar, dan berkata, 'Ini bagianmu.' Ibn 'Uyainah berkata, “al-Makmun pun menghitung, lalu memecahkan Faraidh tersebut, lalu berkata kepada wanita itu, 'Ini bagianmu.” Para ulama yang ada di kelilingnya bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bagaimana Anda bisa mengetahuinya?” Dia menjawab, “Laki-laki ini meninggalkan dua anak perempuan?” Wanita itu menjawab, “Benar.” Dia meneruskan, “Mereka mendapatkan 2/3, yaitu 400 Dinar. Dia juga meninggalkan seorang ibu. Bagiannya adalah 1/6, yaitu 100 Dinar. Dia meninggalkan seorang istri. Bagiannya 1/8, yaitu 75 Dinar. Demi Allah, apakah Anda mempunyai 12 saudara?” Wanita itu menjawab, “Benar.” Dia berkata, “Mereka masing-masing mendapatkan 2 Dinar. Anda mendapatkan 1 Dinar.” (as-Suyuthi, Tarikh, h. 253).
Contoh lain, ketika dia datang ke Baghdad, setiap hari dia duduk untuk mendengarkan orang yang mengadukan tindak kedzaliman yang dilakukan pejabatnya hingga Dzuhur. Bahkan, orang Khawarij yang jelas-jelas memberontak pun dia hadapi. Ibn Abi Du'ad menuturkan bahwa ada seorang pria Khawarij mendatangi al-Makmun. Dia pun bertanya, “Apa yang membuat kamu menentang kami?” Dia menjawab, “Satu ayat dalam Kitab Allah.” Dia bertanya, “Ayat yang mana?” Dia menjawab, “Firman-Nya, yang menyatakan, 'Siapa saja yang tidak memerintah berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang Kafir.” (Q.s. al-Maidah [06]: 44). Dia bertanya, “Apakah kamu mempunyai ilmu tentang bagaimana ayat itu diturunkan?” Dia menjawab, “Tentu.” Dia bertanya, “Apa dalilmu?” Dia menjawab, “Ijmak umat.” Dia mengatakan, “Jika kamu menerima ijmak mereka dalam hal turunnya, seharusnya kamu juga menerima ijmak mereka dalam menakwilkannya.” Dia berkata, “Anda benar. Assalamu'alaikum, Wahai Amirul Mukminin.” Orang itu pun menyadari kesalahannya.
Begitulah cara Khalifah al-Makmun menyikapi berbagai persoalan yang diajukan oleh rakyatnya bisa dipecahkannya dengan baik.[] har
0 komentar:
Posting Komentar